Wednesday, September 2, 2015

Cina

Ilustrasi Sosok Konfusius
Ilustrasi sosok Konfusius
Wilayah Cina memiliki tiga agama pada abad keenam Masehi: Lao-Tse, Konfusius, dan Buddha. (al-Islam) Ajaran Lao-Tse berhaluan paganisme (menyembah berhala) dan lebih berfokus pada teori (doktrin-doktrin moral) daripada pengajaran ritual-ritual praktis tertentu. Pcngikut ajaran ini banyak menjauhi kehidupan dunia dan memilih menjadi pendeta atau begawan. Sepeninggal Lao-Tse, banyak pemeluk ajaran ini yang pindah ke ajaran lain. 
Sementara itu, Konfusius kebalikan dari Lao-Tse. Ajaran ini lebih mengajarkan ritual-ritual praktis daripada doktrin-doktrin moral, dan cenderung memerhatikan duniawi. Karena itu, untuk beberapa waktu, para pengikutnya banyak yang tidak percaya dengan penyembahan-penyembahan terhadap Tuhan tertentu. Mereka lebih memilih menyembah apa yang mereka kehendaki, antara lain pohon dan sungai. 
Di kemudian hari, pengultusan terhadap Konfusius tak terhindarkan. Hal itu terlihat dengan pembangunan candi-candi unruk menaruh patung Konfusius. Pada saat-saat tertentu, para pengikut Konfusius mendatangi candi-candi tersebut untuk menyembah patungnya dan mempersembahkan sesaji berupa hewan. 

Ilustrasi Sosok Zoroaster
Ilustrasi Zoroaster

Di Cina juga berkembang animisme, yaitu kepercayaan dan pemujaan terhadap arwah-arwah para leluhur. Para pengikut. ajaran ini yakin bahwa arwah-arwah tersebut masih hidup bersama mereka, meski tubuh arwah-arwah itu telah mati. 
Bagaimana dengan agama Buddha? Buddha mengandung beberapa aturan sederhana dan jelas. Ajaran ini kemudian disusupi oleh khurafat dan dipadukan lagi dengan ajakan menyembah patung-patung (paganisme). Buddha juga sama sekali tak menyinggung tentang ketuhanan. Karena itu, para ahli sejarah agama Buddha ragu dan bingung atas keberadaan agama ini. Sebuah agama yang didasarkan pada norma-norma etika, tetapi tak satu pun menyinggung soal ketuhanan. 
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Cina memberikan penghormatan secara berlebihan kepada kaum pria. Sebaliknya, kaum wanita dinistakan seperti yang dilakukan masyarakat Arab pada masa Jahiliy ah. Hal mi terlihat dan budaya atau tradisi saat menyambut kelahiran bayi. Jika yang lahir adalah laki-laki, di atas pintu rumah pemilik bayi tersebut digantung busur dan anak panah, sedangkan jika bayi perempuan yang lahir, yang digantung berupa pintalan benang sebagai tanda ketundukan dan kelemahan. (al-Islam)