Tuesday, September 8, 2015

Dakwah Terbuka

     Tiga tahun berlalu, dakwah masih dilakukan secara sembunyi melalui pendekatan individu. Meskipun demikian, kaum Quraisy telah mulai mengetahui dan mendengar tentang Islam. Mereka sering menyebut Islam dalam perbincangan sehari-hari. Banyak di antara mereka yang tidak suka. Namun, mereka tidak bertindak apa pun, karena Rasulullah saw belum menyinggung tentang tuhan dan agama yang kaum Quraisy sembah. 

     Dakwah secara sembunyi Nabi saw mulai berhasil. Komunitas orang-orang beriman terbentuk. Mereka dipersatukan oleh ikatan persaudaraan (ukhuwah), saling menolong, saling menanggung beban, dan menyampaikan risalah secara pasti. Komunitas orang-orang beriman telah menempati posisinya sendiri di antara penduduk Makkah, meski masih sangat dini. 

     Seiring dengan itu, turunlah wahyu yang memerintahkan Rasulullah saw unt uk berdakwah secara terang-terangan dan menghadapi kebatilan dengan kebaikan. 

     Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu). (QS. a1-Hijr [15]: 94) 

     Dan berilah peringatan kepada keluarg amu yang terdekat. (QS. asy-Syu’ara’ [26]: 214) 

Mengundang Keluarga Terdekat 
     Rasulullah saw segera mengundang anggota keluarga terdekatnya, Bani Hasyim. Mereka datang memenuhi undangan itu. Sekitar 45 orang terkumpul. Di antara mereka terdapat juga Bani al-Muthallib bin ‘Abdu Manâf. Tibalah Nabi saw berbicara. Sorot puluhan mata tertuju padanya. Nam un, saat Rasulullah saw ingin mulai berbicara, Abu Lahab langsung memotong ucapan beliau. 

     “Mereka (yang hadir) itu adalah para pamanmu, anak-anak mereka, bicaralah dan tinggalkan sikap kekanak-kanakan!” Abu Lahab berbicara lantang. Abu Lahab terus berbicara. Nabi saw hanya diam. 
“Ketahuilah bahwa kaummu tidak memiliki cukup kekuatan untuk melawan seluruh bangsa Arab. Akulah yang berhak membimbingmu. Cukuplah bagimu suku-suku dari pihak bapakmu. Jika engkau berkeras ingin melakukan apa yang sekarang engkau lakukan, akan lebih mudah bagi semua suku Quraisy bersama seluruh bangsa Arab bergerak memusuhimu,” Abu Lahab menggurui Rasulullah saw. 

     Tidak cukup sampai di situ. Abu Lahab bahkan mengeluarkan kata-kata menyakitkan. Ia menghina nabi Muhammad saw. 

     “Aku tidak pernah melihat seseorang yang datang kepada suku-suku dari pihak bapaknya dengan membawa sesuatu yang lebih jelek daripada apa yang telah engkau bawa.” 

     Rasulullah saw hanya diam. Beliau tidak marah dan tidak takut kepada Abu Lahab. Rasulullah saw justru mengajak mereka untuk mengikuti ajaran Islam. 

     “Alhamdulillah, aku memuji-Nya, meminta pertolongan, beriman, dan bertawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuh an melainkan Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya.”

     “Seorang pemimpin tidak mungkin membohongi keluarganya sendiri. Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya! Aku adalah utusan Allah yang datang kepada kalian secara khusus, dan kepada manusia secara umum. Demi Allah! Sungguh kalian akan mengalami kematian sebagaimana kalian ketiduran, dan kalian akan dibangkitkan sebagaimana kalian bangun dari tidur. Kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian lakukan. Yang ada hanyalah surga yang kekal atau neraka yang abadi.”

     Ajakan itu disambut gembira oleh paman Nabi saw, AbuThâlib.

     “Alangkah senangnya kami membantumu, meñerima nasihatmu, dan sangat membenarkan kata-katamu. Mereka, yang merupakan suku-suku dari pihak bapakmu, telah berkumpul. Aku hanyalah salah satu dari mereka, tapi aku adalah orang yang paling cepat menanggapi apa yang engkau inginkan. Oleh karena itu, teruskanlah apa yang telah dipcrintahkan kepadamu.”

     Bahkan, Abu Thâlib memberikan jaminan kepada kemenakannya itu.

     “Demi Allah! Aku masih akan melindungi dan membelamu.”

     Hanya, sang paman tak bisa mengikuti ajaran yang dibawa Nabi saw. Alasannya “Aku tidak memiliki cukup keberanian untuk meninggalkan agama ‘Abdul Muthallib,” kata Abu Thâlib.

     Respons sebaliknya ditunjukkan Abu Lahab. Ia menentang Rasulullah saw.

     “Demi Allah! ini benar-benar aib besar. Cegahlah Muhammad, sebelum dia berhasil menyeret orang lain!”

     Namun, Abu Thâhib menjawab tegas.

     “Demi Allah! Sungguh, selama kami masih hidup, kami akan tetap membelanya.” Nabi saw berbahagia dengan pernyataan pamannya itu.

     Rasuluhlah saw pun semakin semangat melakukan dakwah secara terbuka.

Khutbah di Bukit Shafa
     Di sebuah siang, Rasulullah saw berdiri di Bukit Shafâ. Bukit ini biasa digunakan penduduk Makkah jika hendak mengumumkan hal-hal yang penting. Angin gurun pasir berembus menerbangkan debu. Sebuah teriakan keras dilontarkan Rasulullah saw di bukit tersebut.

     “Yâ. . .Shâbah!” Suara Rasulullah saw memecah keheningan. Nabi Akhir Zaman itu lalu menyebut nama-nama suku Quraisy satu per satu.

     “Wahai Bani Fihr, wahai Bani ‘Adi, Wahai Bani ‘Abdu Manâf, wahai Bani ‘Abdul Muthallib!”

     Panggilan itu terdengar hingga pelosok Makkah. Shabah adalah kalimat peringatan yang mengabarkan adanya serangan musuh atau peristiwa besar. Mendengar panggilan itu, penduduk Makkah bertanya-tanya.

      “Siapa yang memanggil-manggil itu?”

     Sebagian mereka mcnjawab bahwa yang memanggil adalah Muhammad. Mereka pun berbondong-bondong datang ke Bukit Shafâ, termasuk Abu Lahab. Karena menduga akan ada pengumuman penting, seluruh penduduk Makkah pergi ke Bukit Shafâ. Bahkan, mereka yang berhalangan hadir mengirimkan utusan untuk melihat apa yang terjadi.

     Dalam waktu singkat, orang-orang berkumpul. Rasulullah saw kemudian membuka percakapan dengan sebuah pertanyaan, “Bagaimanakah menurut pendapat kalian, kalau aku memberi tahu kalian bahwa ada segerombolan pasukan berkuda di lembah sana, yang ingin menyerang kalian, apakah kalian akan memercayaiku?” tanya Nabi saw dengan lantang.

“Ya! Kami tidak pernah tahu dan dirimu selain kejujuran,” mereka menjawab serempak.

“Sesungguhnya aku adalah pemberi peri ngatan kepada kahian tentang adanya azab


SIFAT RASULULLAH SAW TABLIGH
     Tabligh mempunyai arti menyampaikan wahyu kepada umatnya. Sifat ini terkait dengan sifat amanah, yang tidak akan berbuat curang dalam menyampaikan ajaran Allah swt kepada umat. Dengan demikian, Nabi dan Rasul mustahil Kitmân (menyembunyikan wahyu).
     Maksud dari sifat ini, Nabi dan Rasul akan selalu menyampaikan wahyu, apa pun bahaya yang datang kepada mereka. Kita barangkali telah pernah dan sering mendengar cerita nabi Ibrahim yang dibakar, lalu nabi Yahya yang dibunuh, bahkan Rasulullah saw sendiri diancam akan dibunuh dan mendapat perlakuan diasingkan oleh kaumnya.
     Hal ini menjelaskan bahwa tugas Nabi dan Rasul sangatlah berat. Namun, mereka tidak akan menganggap berat, karena mereka selalu yakin bahwa Allah swt akan senantiasa membantu mereka. 


yang amat pedih. Aku laksana seorang pem antau musuh yang melihat musuh dari tempat yang tinggi, lalu memberitahukan kepada semua orang agar mereka tidak diserang secara tiba-tiba,” lanjut Nabi saw. Rasulullah saw mengajak mereka pada kebenaran, dan memberi peringatan tentang azab Allah.

     “Wahai kaum Quraisy...! Belilah diri kalian dari Allah! Selamatkanlah diri kalian dari api neraka, karena sesungguhnya aku tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat apa pun di sisi Allah, dan aku tak mampu memberikan pembelaan untuk kalian.”

     “Wahai orang-orang Bani Qushai. Selamatkan diri kalian dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak dapat memberikan mudharat dan manfaat.”

“Wahai orang-orang Bani ‘Abdu Manâf, selamatkanlah diri kalian dari api neraka, karena sesungguhnya aku tidak dapat memberikan mudharat dan manfaat. Aku tidak dapat memberikan perlindungan apa pun di sisi Allah.”

     “Wahai Bani ‘Abdu Syams, selamatkanlah diri kalian dari api neraka! Wahai Bani Hâsyim, selamatkanlah diri kahian dari api neraka!”

     “Wahai Shafiyyah binti ‘Abdul Muthallib, bibiku, aku tidak dapat memberikan perhindungan apa pun di sisi Allah.”

     “Wahai Fâthimah binti Muhammad, selamatkanlah dirimu dari api neraka, karena sesungguhnya aku tidak dapat memberikan mudharat dan manfaat. Aku tidak dapat memberikan perlindungan apa pun di sisi Allah. Hanya, aku memiliki hubungan silaturahim dengan kalian yang akan aku gunakan sesuai haknya.”

     Setelah peringatan itu, orang-orang pergi berpencar. Mereka tidak memberikan reaksi apa pun, kecuali Abu Lahab yang menghadang Rasulullah saw dengan kata-kata kasar.

     “Celakalah kau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?” kata Aut Lahab. Rasulullah saw tidak menjawab perkataan kasar Abu Lahab karena Allah yang langsung menjawabnya melalui firman-Nya:

     Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sungguh dia akan binasa. (QS. al-Lahab [111]: 1) 

     Peristiwa Bukit Shafâ segera menyebar ke seluruh penjuru Makkah. Kalimat sangat tegas dan Rasulullah saw menjadi pembicaraan hangat. Makkah heboh. Allah lalu menurunkan ayat-Nya:

     Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan, segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (QS. al Hijr [15]: 94) 

     Mulailah Rasulullah saw berdakw ah secara terbuka. Nabi saw membacakan firman Allah kepada penduduk Makkah.

     Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Kalian tidak memiliki Tuhan selain (daripada)-Nya. (QS. al-A’raf[7]: 59) 

     Nabi saw juga mulai memperlihatkan cara beribadahnya di hadapan semua orang. Rasulullah saw mendirikan shalat di halaman Ka’bah pada siang hari secara terang-terangan. Dakwah yang Rasulullah saw lakukan itu semakin mendapatkan sambutan, sehingga orang-orang mulai masuk agama Allah.

     Mereka yang telah masuk Islam itu sering mendapat ujian yang tidak mudah. Salah satunya adalah pertengkaran antara mereka dan anggota keluarga yang belum memeluk Islam. Di antara mereka saling membenci dan menjauhi satu sama lain. Mereka saling bermusuhan.

     Di lain sisi, berkembangnya Islam membuat Quraisy Makkah sakit hati, mereka berang kepada Muhammad saw dan agama Islam. Pemeluk Islam yang kian banyak membuat mereka khawatir akan tersisihkan.

     Fase-fase dakwah Islam mulai memasuki tahapan berat. Berbagai rintangan dan hadangan datang bagai gelombang. Hinaan, cacian, hingga teror fisik menjadi “teman akrab” Rasulullah saw dan para sahabat. Namun, mereka tak mundur sedikit pun demi tegaknya Islam di bumi Allah.

Hikmah Dakwah Terbuka
     Suku Quraisy dan Bangsa ‘Arab terkejut ketika Rasuluilah saw menyampaikan dakwah Islam secara terbuka. Ini menjadi jawaban telak bagi orang-orang yang berusaha menyamakan syariat Islam sebagai nasionalisme Arab dan budaya ‘Arab. Karena, kalau syariat Islam adalah budaya ‘Arab, pasti mereka tidak akan pernah terkejut.
     Mengapa Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk memberi peringatan kepada keluarga dan kerabat dekatnya? ini adaiah isyarat tingkatan tanggung jawab. Tingkat tanggung jawab yang paling pertama ialah tanggung jawab seseorang terhadap dirinya. Selanjutnya, seseorang terhadap keluarga dan kerabat dekatnya. Tingkat ketiga adalah tanggung jawab seorang ‘alim (berilmu) pada kampung atau negerinya dan tanggung jawab seorang penguasa terhadap negara dan rakyatnya.
     Rasulullah saw mencela kaumnya karena menjadi tawanan tradisi nenek moyang, tanpa berpikir lagi tentang baik dan buruk. Rasulullah saw mengajak mereka untuk membebaskan akal dari belenggu taklid dan fanatisme atas tradisi yang tidak bertumpu pada logika sehat. Agama ini bertumpu di atas akal dan logika. Karena itu, syarat terpenting dalam memercayai keberadaan Allah dan masalah-masaiah akidah yang lain yaitu kepercayaan harus didasarkan pada keyakinan dan pemikiran yang bebas tanpa dipengaruhi oleh kebiasaan atau tradisi. 


Jubah Fatimah
Jubah Fathimah yang tersimpan di Topkapi Palace Museum,
Istanbul, Turki