Friday, September 4, 2015

Menikah Dengan Khadijah

      Semua yang dikisahkan Maisarah membuat Khadijah kian kagum kepada Muhammad. Ia pun berk einginan untuk menikah dengan Muhammad. Hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehnya. Selama ini banyak lelaki yang ingin menikahinya, tetapi ia selalu menolaknya. Keinginan Untuk menjadi istri Muhammad kemudian ia sampaikan kepada temannya, Nafisah binti Munayyah. Khadijah meminta Nafisah menemui Muhammad. 
     Saat bertemu Muhammad, Nafisah mengajukan sebuah pertanyaan.”Mengapa engkau tidak menikah?” 
     Muhammad tidak mengira akan ditanya seperti itu. Sesaat Muhammad muda terdiam. Nafisah melanjutkan perkataannya. “Kalau ada seorang wanita jujur dan terhormat dan ia menerimamu apa adanya, apa pendapatmu?” 
     “Siapa dia?” tanya Muhammad penasaran. 
    “Khadijah, wanita paling istimewa di Makkah,” jawab Nafisah. Ia kemudian menyampaikan pesan Khadijah. 
    “Wahai saudara sepupuku, aku menyukai dirimu sebab kesederhanaan dan kedekatanmu dengan kaummu, keteguhanmu menunaikan amanah, akhlak muliamu, dan kejujuranmu dalam berucap,” kata Nafisah, menirukan apa yang diucapkan Khadijah. Awalnya Muhammad muda terkejut. Ia tak menduga dirinya dilamar Khadijah, seorang wanira Quraisy yang amat dihormati dan wanita kaya raya. Setiap pria Quraisy amat mendambakan Khadijah menjadi istrinya, andai mereka mampu. 
      Setelah cukup lama merenung, Muhammad menyetujui permintaan Khadijah. Ia lalu menceritakan hal tersebut kepada para pamannya. Tanpa menunggu lama, para paman Muhammad mendatangi pa- man Khadijah untuk melamar. 
    Hari pernikahan disepakati. Muhammad muda mendatangi kediaman Khadijah didampingi keluarga besarnya. Abi Thâlib, pamannya, terlihat gembira. Pada satu kesempatan, ia maju dan berdiri di dcpan para undangan. 
     “Muhammad berbeda dengan pemuda yang lain. Tidak ada yang secerdas, sebaik, dan sesopan Muhammad. Kami ingin menikahkan putri kalian dengan putra kami. Untuk itu, kami memberikan mahar sebanyak 20 ekor unta,” kata Abu Thâlib. 
     Ucapan itu disambut gembira keluarga besar Khadijah. Waraqah, sepupu Khadijah, membalas perkataan Abü Thâlib. “Kami ingin dekat dengan kalian. Allah telah memberikan banyak kebaikan pada kedua keluarga. Kami menerima pernikahan putri kami Khadijah dengan putra kalian, Muhammad. Semoga pernikahan mi membawa banyak kebaikan bagi kedua keluarga.” 
     Pernikahan pun berlangsung dengan khidmat. Tamu undangan memberi selamat kepada kedua pengantin. Pernikahan dihadiri oleh para pemimpin Bani Hâsyim dan Bani Mudhar. Peristiwa itu berlangsung pada 2 bulan setelah Muhammad pulang dari Syâm. Khadijah adalah wanita pertama yang dinikahi Muhammad. Ia tidak menikah dengan wanita lain hingga Khadijah wafat.

Enam Anak dari Rahim Khadijah 
     Rumah tangga Muhammad dan Khadijah berbalut kebahagiaan. Kegembiraan, kasih sayang, akhlak mulia, dan kejujuran menyelimuti kehidupan keduanya. Sebuah rumah tangga nan harmonis, penuh cinta, dan rasa hormat. 
    Muhammad kini menjadi pedagang. Berbagai negeri ia kunjungi dengan membawa barang dagangan milik istrinya untuk dijual. Hasil jualannya memberikan Muhammad keuntungan berkalik ali lipat. Khadijah menjadi lebih kaya dibandingkan sebelumnya. Namun, kehidupan mereka tetap sederhana. Mereka pun selalu membantu orang miskin. 
     Kebahagiaan mereka kian lengkap dengan hadirnya enam anak dari rahim Khadijah. Mereka adalah al-Qasim (Nabi saw dijuluki dengan namanya, Abu alQâsim), Zainab, Ruqayyah, Ummu Kult sum, Fâthimah, dan ‘Abdullâh (Julukannya adalah ath- Thayyib dan ath- Thahir). 
      Selain dan Khadijah, Rasulullah saw juga memiliki anak laki-laki dari istrinya yang lain, Mariyah, saat di Madinah. Namanya Ibrahim, yang meninggal saat masih kecil. 
     Semua anak Nabi saw membawa berkah sendiri bagi lingkungannya. Mereka anak-anak yang sopan, periang, cerdas, dan gemar menolong. Mereka sangat disukai teman-teman mereka. Muhammad dan KhadIjah sangat menyayangi keenam anak mereka. 
    Kebahagiaan keluarga Muhammad tak berlangsung lama. Muhammad dan Khadijah harus mengikhlaskan kepergian anak-anak mereka untuk selamanya. Semua putra mereka meninggal saat masih kecil, sedangkan putri-putri mereka hidup sampai masa Islam, memeluk Islam, dan ikut berhijrah. Namun, semuanya meninggal semasa beliau masih hidup, kecuali Fâthimah yang meninggal enam bulan setelah beliau wafat. 
     Qasim dan ‘Abdullâh adalah anak-anak yang pertama kali meninggal. Keduanya wafat secara berturut-turut. Kesedihan terlihat jelas di wajah Muhammad dan Khadijah. Namun, seperti biasa, masa sulit itu dilalui keduanya dengan kesabaran. 



Puing-Puing Rumah Siti Khadijah
Puing-puing rumah Khadijah
Denah Rumah Siti Khadijah
Denah rumah Khadijah
Ruang Tamu Rumah Siti Khadijah
Ruang tamu rumah Khadijah
Mihrab Nabi Muhammad
Mihrab yang terdapat di ruang tamu
Pintu Kamar Rasulullah di rumah Khadijah
Pintu kamar Rasulullah saw. di rumah Khadijah


Mushalla Nabi Muhammad saw
Mushalla Nabi saw.
Tempat Lahir Fatimah Azzahra
Tempat lahir Fatimah Az Zahra
Letak Rumah Khadijah
Perkiraan letak rmah Khadijah pada zaman Rasulullah saw.
Zaid dan ‘Ali diasuh Muhammad 
     Di tengah keluarga Muhammad, juga hadir dua anak asuh: Zaid dan ‘Ail. Zaid berumur delapan tahun. Kisah diasuhnya Zaid oleh Muhammad bermula saat ia diculik perampok yang beraksi di rumah pamannya. Saat itu, Zaid sedang bertamu di kediaman pamannya. Tak diduga, datang perampok yang kemudian membawa Zaid. 
     Zaid lalu ditawarkan sebagai budak oleh para perampok di pasar-pasar. Saat itulah kemenakan Khadijah, yang bernama Hakim, melihatnya. Ia segera membeli Zaid dan dibawa ke rumah Khadijah. Mulai saat itu, Zaid menjadi budak di rumah Khadijah. Muhammad langsung menyukai Zaid. Beliau lalu memutuskan untuk mengangkat Zaid sebagai anaknya. 
    Zaid tentu saja sangat bahagia. Ia semakin betah tinggal di rumah Khadijah. Bahkan, ketika keluarganya menemukan ia dan mengajaknya kembali ke rumah, Zaid menolaknya. Ia tidak mau meninggalkan Muhammad dan Khadijah sebagai orang tua angkatnya. 
     Berbeda hal nya dengan ‘Ali. Muhammad mengasuh ‘Ali karena tidak tega melihat keadaan paman beliau, Abu Thâlib, yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Abu Thâlib tidak bisa lagi mengurus anak-anaknya secara maksimal. Muhammad tentu saja tidak pernah lupa dengan kasih sayang yang diberikan pamannya. Muhammad lalu menawarkan diri untuk mengasuh salah satu anak pamannya yang bernama ‘Ali. Tawaran itu membuat Abi Thâlib tak kuasa menolaknya. Muhammad gembira dengan kesediaan pamannya. Mulai saat itu, ‘Ali diasuh di tengah keluarga Muhammad. Ia tinggal di kediaman Khadijah bersama Zaid. Hari-hari penuh keceriaan memayungi keduanya selama berada dalam pengasuhan Muhammad dan Khadijah. 

Hikmah Menikah dengan Khadijah
  • Reputasi seseorang berpengaruh pada kesediaan orang lain untuk menerimanya. Jika orang itu baik, orang lain akan mengikutinya.
  • Menikahi seorang janda tidak masalah. Apalagi jika dia cerdas,  salehah, mulia, dan bijaksana. Selisih umur yang jauh juga tidak masalah, asal keduanya saling mencintai.
  • Muhammad adalah manusia biasa: butuh makan, minum, dan lainnya. Tidak ada sifat ketuhanan dan malaikat sedikit pun dalam dirinya.
  • Istri yang berjiwa besar akan menjadi penolong dan membawa berkah bagi suami. Jika seorang anak perempuan mendapatkan pendidikan yang saleh, baik, dan benar, serta dibesarkan dalam keluarga yang baik dan suci, niscaya dia akan menjadi istri yang ideal, sukses, dan berbahagia. Kelak dia akan melahirkan generasi yang saleh dan salehah serta mempersembahkan kebaikan bagi agama dan umat.
  • Bagi mereka yang sudah cukup umur, segeralah menikah. Sabda Rasulullah saw, “Wahai para pemuda, siapa yang mampu memberi nafkah, hendaknya menikah, karena menikah itu lebih memelihara pandangan dan menjaga kemaluan. Namun, bagi siapa yang belum mampu, hendaklah dia berpuasa, karena puasa itu tameng (dari hawa nafsu).” (HR. Bukhâri)