Saturday, December 12, 2015

Berdakwah Kepada Kabilah-Kabilah

     Nabi saw tiba di Makkah pada bulan Dzulqa’dah tahun ke-10 dari kenabian bertepatan dcngan akhir bulan Juni 619 M. Saat itu Makkah akan memasuki musim haji. Rasulullah saw menemui 26 kabilah dalam waktu sepuluh hari. Muhammad saw meminta kepada mereka agar menampung, menolong, dan melindunginya dalam menyampaikan wahyu Allah. 

     Kabilah-kabilah yang didatangi Rasulullah saw antara lain Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah, Muhârib bin Khasfah, Fazarah, Ghassân, Murrah, Hanifah, Sulaim, ‘Abs, Bani Nashr, Bani al-Bukâ’, Kindah, Kalb, al Harits bin Ka’ab, ‘Adzrah, dan Hadhârimah. Namun, tak seorang pun dari mereka yang menanggapi. (Ibnu Sa’ad) 

     Berikut beberapa kabilah yang ditemui nabi Muhammad saw. 


Bani Hanifah

     Ini adalah kabilah pertama yang ditemui Rasulullah saw. Mereka adalah kaum dari Musailamah al-Kadzdzab (Sang Pendusta). 

    Rasulullah saw meminta mereka untuk memeluk Islam. Namun, mereka menolak sama sekali ajakan Nabi saw. Perawi kisah ini tidak menceritakan perkataan penolakan yang mereka ucapkan kepada Rasulullah saw. 


Bani ‘Abdullâh (Bani Kalbi) 

     Rasulullah saw datang dan mengajak mereka. “Wahai Bani ‘Abdullâh, sesungguhnya Allah telah berbuat baik kepada para orang tua kalian. Berimanlah kalian terhadapku!” Namun, ajakan ini ditolak oleh Bani ‘Abdullâh. 


Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah 

     Rasulullah saw menawarkan Islam kepada mereka dan membacakan al-Qur’an. Lalu Bahirah bin Farras berkata kepada Nabi saw, “Kami akan menjagamu, mengeluarkan barisanmu, dan akan berperang bersama-sama denganmu. Kami akan mendapatkan kerajaan setelahmu.” Rasulullah saw menjawab Bahirah. 

     “Kerajaan seluruhnya hanya milik Allah.” Mereka menolak tawaran Rasulullah saw, meski sudah diajak secara baik-baik. 


Bani Qais 

     Rasulullah saw menawarkan Islam kepada Bani Qais. Para pemuda suku itu berbai’at dan berjanji kepada Rasulullah saw. Lalu datanglah kepala suku bernama Bajrah bin Qais. 

     “Siapakah orang mi?” 

     “Muhammad al Quraisy,” jawab mereka. 

     “Ada urusan apa denganmu dan ada apa dengannya?” tanya Bajrah. 

     “Dia mengira dirinya adalah utusan Allah.” 

    “Berdirilah, wahai pemuda. Demi Allah, jika engkau bukan bagian dari kami, aku akan memenggal lehermu,” ujar Bajrah. 

     Lalu, Rasulullah saw naik ke atas untanya. Tiba-tiba Bajrah memukul unta beliau sehingga Rasulullah saw terjatuh. Namun, beliau tetap tersenyum. Salah satu perempuan Muslimah dari Bani ‘Amir tidak tahan melihat kejadian ini, lalu dia berteriak, 

     “Wahai Bani ‘Amir, apakah kalian membiarkan kejadian ini menimpa Rasulullah saw di rumah kita?” 

     Akhirnya tiga orang pemuda dan Bani ‘Amir yang belum masuk Islam berdiri membela Nabi saw. Para pemuda dari Bani Qais juga ikut berdiri sehingga terjadilah pertengkaran di antara mereka. 

     Rasulullah saw lalu mengangkat tangannya dan berkata, 

     “Ya Allah, berkahilah mereka,” sambil menunjuk ke arah Bani ‘Amir. 

     Lalu Rasulullah saw menambahkan, “Dan siksalah mereka,” sambil menunjuk ke arab Bajrah dan para pemuda Bani Qais. 


Bani Syaibân 

     Tempat tinggal Bani Syaibân terletak di antara negara Persia dan Arab. Suku ini mempunyai tiga orang pembesar: Maghruq bin Amir, Hani’, dan al-Mutsannâ. Suku ini didatangi Rasulullah saw bersama Abu Bakar. Beliau mengajak Abu Bakar karena sahabatnya itu memiliki pengetahuan luas tentang nasab orang-orang ‘Arab dan kabilah-kabilah. 

     Kepergian Nabi saw dan Abu Bakar diikuti Abü Lahab. Kepada setiap orang yang mendengarkan dakwah Nabi saw, Abü Lahab berkata, “Janganlah engkau percaya kepadanya. Aku adalah pamannya.” 

     Namun, Rasulullah saw dan Abu Bakar tak menghiraukan kelakuan Abu Lahab itu. Mereka terus berdakwah sepanjang perjalanan menuju kediaman Bani Syaiban. 

     Setiba di Bani Syaiban dan bertemu para pembesarnya, Abu Bakar berkata pada Rasulullah saw, 

    “Kabilah ini jika mereka menerima, Allah akan menguatkan kita dengan perantara mereka.” 

     “Berapa jumlah prajurit kalian?” tanya Abu Bakar. 

     “Seribu orang,” jawab mereka. 

     “Lalu apa kekuatan kalian?” tanya Abu Bakar lagi. 

     “Kerja keras, pengorbanan, dan mengharap kejayaan dan Allah.” 

     “Bagaimana kalian memerangi musuh - musuh kalian?” Abu Bakar kembali bertanya. 

     “Jika kami sudah marah terhadap musuh, kami akan menyerahkan pedang kepada anak-anak kami dan pedang di atas unta kami.” 

     Kemudian Maghruq, salah satu pemimpin Bani Syaibân bertanya, “Apa yang engkau bawa? 

     Rasulullah saw menjawab itu dengan membaca ayat, Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu: 

     Jangan kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua orang ibu-bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu agar kamu memahami (nya). (QS. al-An’âm [6]: 151). 

KE1STIMEWAAN RASUIULLAH SAW
1. TERJAGA DARI DOSA 
Rasulullah saw bersabda, “Setiap kalian pasti disertai Jin Qarinnya.” Para sahabat bet-tanya, “Juga bagi engkau, Rasulullah?” “Bagiku juga. Hanya, Allah melindungiku 
darinya dengan menjadikannya sebagai jin Muslim. Dengan demikian, dia hanya 
menyuruhku pada hal yang balk.” (HR. Muslim) 
2. PEMBERI SYAFAAT 
“Aku adalah pemimpin Bani Adam pada Hari Kiamat nanti, orang yang pertama 
dibangkitkan dari perut bumi, dan orang yang pertama memberi syafaat juga 
menerima syafaat,” kata Rasulullah saw. (HR. Muslim)
3. DIUTUS UNTUK SELURUH UMAT MANUSIA 
“Aku dikaruniai lima keistimewaan yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku. Yaitu, Allah menolongku dengan membuat musuhku merasa takut sebelum menemuiku dalam jarak tempuh sebulan. Allah menjadikan bumi sebagai masjid dan suci bagiku. Untuk itu, di mana saja umatku mendapati waktu shalat, maka shalatlah. Allah juga menjadikan harta rampasan perang halal bagiku yang tidak dihalalkan bagi siapa pun sebelumku. Allah menganugerahiku dengan keistimewaan memberi syafaat. Selain itu, biasanya seorang nabi hanya diutus khusus kepada kaumnya, tetapi aku diutus untuk seluruh umat manusia,” kata Rasulullah saw. (HR. Bukhari)
4. LARANGAN MENIKAHI JANDA RASULULL4H SAW 
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang Mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalarn Kitab Allah daripada orang-orang 
Mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kalian hendak berbuat baik 
kepada saudara-saudara kalian (seagama). Demikianlah telah tertulis 
di dalam Kitab (Allah).” (QS. al-A hzôb [33]: 6) 
5. HALAL MENGAMBIL GHANIMAH 
Allah menghalalkan ghanimah atau harta rampasan perang kepada Rasulullab saw. “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan 
perang. Katakanlah,’Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul (menurut 
ketentuan Allah dan Rasul-Nya).” (QS. al-An fâl [8]: 1) 
6. BOLEH MENIKAHI LEBIH DARI EMPAT WANITA 
“Wahai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghaialkan bagimu, istri-istrimu yang 
telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki.” 
(QS. al-Ahzâb [33]: 50) 
7. KEFASIHAN BICARA 
“Aku dianugerahi enam kelebihan yang tidak diberikan kepada para nabi sebelumku, 
yaitu kefasihan berbicara, Allah membuat musuhku takut sebelum menemuiku, 
Allah menghalalkan harta rampasan perang, Allah menjadikan bumi sebagai 
masjid dan suci bagiku. Selain itu, aku diutus kepada seluruh makhluk. 
Dan, aku dijadikan pamungkas para nabi.” (HR. Muslim) 

     Sementara, pemimpin Bani Syaibân lainnya, Hani’, berkata, “Kami tak akan meninggalkan agama kami dan masuk ke dalam agamamu dalam satu kali pertemuan.” Al-Mutsannâ langsung memotong perkataan Hani’. 

     “Sungguh, apa yang engkau bawa adalah sesuatu yang dibenci para penguasa. Aku merasa bahwa Persia akan memerangimu. Jika kemenangan berada di pihak Arab, dosa-dosa pemiliknya akan diampuni, sedangkan apabila kemenangan berada di pihak Persia, dosa-dosa pemiliknya tidak akan diampuni. 

     “Sanggahanmu benar. Namun, tidak akan ada yang bisa menidirikan perkara ini, melainkan seseorang yang meliputinya dari segenap segi,” ujar Nabi saw. 

     Rasulullah saw lalu pergi. Setelah itu beliau kembali lagi menemui mereka. 

     “Bagaimana pendapat kalian jika Allah memenangkan aku dan menjadikan aku memimpin negeri Persia. Apakah kalian akan bertasbih kepada Allah dan mensucikannya?” tanya Rasulullah saw. 

     “Kami akan bertasbih kepada-Nya,” jawab al-Mutsannâ. 

     Rasulullah saw selamanya tak pernah putus asa. Karena dia percaya atas risalah yang dibawanya dan yakin akan mendapat kemenangan. 

     Lalu Rasulullah saw pergi dan berkata pada Abu Bakar. 

     “Betapa penting akhlak yang luhur di zaman jahiliyah.” 

      Rasulullah saw tidak sepakat dengan Bani Syaiban dalam hal penyebaran agama Islam, tetapi sepakat dengan mereka dalam hal lain. Andaikata Rasulullah saw mendapat kemenangan, mereka akan bertasbih dan mensucikan Allah. 

    Di kemudian hari, al-Mutsannâ menepati janjinya untuk menyembah Allah jika kaum Muslim menaklukkan Persia. Itu terjadi sepeninggal Rasulullah saw, saat tampuk khalifah dipegang Abu Bakar. 

     Ketika hendak mengutus prajurit Islam untuk memerangi Persia, Abu Bakar mendengar ada prajurit lainnya yang memerangi Persia. Abu Bakar kemudian memerintahkan agar memanggil pemimpin prajurit itu. 

     “Andaikata Rasulullah saw melihatmu, dia akan sangat gembira atas perbuatanmu,” kata Abu Bakar kepada mereka. 

     “Apa engkau tidak ingat lagi padaku, wahai khalifah Rasulullah?” tanya pemimpin pasukan. 

     “Tidak.” 

     “Aku adalah al-Mutsannâ. Aku masuk Islam setelah Rasulullah saw meninggal. Aku terlambat menjadi sahabat (dia sekarang menjadi tabi’in).” Kemudian dia menangis. 

YANG TIDAK DISUKAI NABI SAW
Mengambil Hak Orang Lain (Korupsi)
Suatu ketika, Rasulullah saw berjalan melewati penjual yang menumpuk barang kering untuk dijual. Beliau memasukkan tangannya ke dalam tumpukan itu dan ternyata ada bagian yang basah di dalamnya. Beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Dia menjawab, “Itu kena hujan, wahai Rasulullah.” Lalu beliau berkata lagi, “Mengapa engkau tidak meletakkannya di atas agar dapat terlihat orang? Siapa yang curang, maka dia bukan dan golonganku.” 
(HR. Muslim dan Tirmidzi). 

     “Demi Allah, andaikata Rasulullah saw melihatmu, dia akan bahagia atas perbuatanmu,” ujar Abü Bakar. 

     “Aku tidak tahu harus bagaimana aku menemuinya,” jawab al-Mutsannâ. 

     Abü Bakar kemudian membaca ayat, 
  
     Dan mengapa engkau tidak menafkahkan (sebagian hartamu) di jalan Allah, padahal Allah-lah yang memusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama di antara engkau orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang setelah itu. Allah menjanjikan kepada setiap mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang engkau kerjakan. (QS. al-Hadid [57]: 10). 


Bani Muhârib 

    Rasulullah saw pergi menemui Bani Muhârib. Para pengawal pemimpin Bani Muhârib menghadang Rasulullah saw. 

     Beliau lalu bertanya. “Apakah kalian akan masuk Islam?” 

     “Aku tidak akan masuk Islam, sampai engkau dapat mengalahkanku,” jawab mereka. 

     Tantangan ini tidak membuat nyali Rasulullah saw ciut. Para pengawal itu mengumpulkan beberapa orang pemuda untuk menghadapi Rasulullah saw. Pertarungan berlangsung seru. Satu per satu para pengawal itu bertarung melawan Rasulullah saw, tetapi semuanya berhasil dikalahkan. 

      Setiap pengawal yang dikalahkan Nabi saw selalu berdalih. 

     “Dia mengalahkanku karena kebetulan.” 

     Rasulullah saw lalu mengalahkannya lagi dan pengawal itu kembali berteriak.

     “Dia mengalahkanku karena kebetulan. 

     Rasulullah saw lalu mengalahkannya untuk ketiga kalinya, tapi pengawal itu tetap menolak untuk masuk Islam. Beliau akhirnya meninggalkan para pengawal itu. 



HIKMAH BERDAKWAH KEPADA KABILAH-KABILAH


Kelakuan Abü Lahab yang terus menghambat dakwah Rasukullah. saw akan selalu ada di setiap zaman. Orang-orang yang sering menentang Islam dan dakwah para da’i di masa kini sesungguhnya adalah sosok Abü Lahab modern. Mereka berusaha keras menghalangi manusia dari jalan kebenaran dan membelokkan kelurusan dari jalan itu dengan bermacam cara. Terkadang, mereka menuduh para da’i sebagai orang yang membuat ajaran sesat. Lain waktu, mereka menuduh para da’i telah keluar dari empat mazhab. Segala usaha Abü Lahab tak membuat nabi Muhammad saw mundur. Beliau terus melanjutkan dakwahnya. Sikap ini, yaitu sikap pantang menyerah, tak putus asa, dan tak patah semangat hanya karena mendapatkan rintangan, fitnah, caci maki, dan intimidasi dan para penentang Islam harus diteladani para da’i. 

Para dai harus membuka semua pintu kemungkinan dalam berdakwah, seperti yang dicontohkan Rasulullah saw berdakwah pada kabilah-kabilah. Jika gagal, teruslah berjuang karena tak ada usaha yang tak ada hasilnya.