Orang-Orang yang Beriman di Luar Makkah |
1. Suwaid bin Shamit
Dia Adalah penduduk Yatsrib dan dikenal sebagai penyair yang cerdas. Dia dijuluki kaumnya sebagai al-Kamil (orang yang sempurna). Julukan ini diberikan karena warna kulit, syair, kehormatan dan nasabnya. Dia datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji atau umrah. Lalu Rasulullah saw mengajaknya masuk Islam.
"Sepertinya apa yang ada padamu sama dengan apa yang ada padaku" kata Suwaid.
"Apa yang ada padamu?" tanya Nabi saw.
"Hikmahh Luqman," jawab Suwaid.
"Bacakan kepadaku!" pinta Nabi saw.
Suwaid segera membacakannya. Setelah mendengar itu, Rasulullah saw berujar,
"Sesuungguhnya ucapan ini indah. Namun, apa yang aku bawa lebih indah lagi daripada ini, ialah al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah kepadaku, ia adalah petunjuk dan cahaya."
Setelah itu Nabi saw melantunkan ayat al-Qur'an dan mengajak Suwaid memeluk Islam.
"Sesungguhnya ini memang lebih indah!" kata Suwaid. Lalu dia kembali ke Yatsrib.
Suwaid terbunuh pada perang yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj sebelum peristiwa yang disebut dengan Bu'ats. (Ibnu Hisyam, al-Isti'ab) Dia masuk Islam pada permulaan tahun ke-11 kenabian.
2. Iyas bin Mu'adz
Iyas adalah seorang pemuda belia dari Yatsrib yang datang ke Makkah bersama rombongan utusan dari Aus, dengan tujuan mencari sekutu dari Quraisy bagi kaumnya untuk menghadapi Khazraj. Itu terjadi sebelum meletus Perang Bu'ats pada permulaan tahun ke-11 Hijriah.
Bara permusuhan dan perselisihan antara kedua kabilah ini sewaktu-waktu memang dapat meledak. Jumlah penduduk Aus lebih sedikit daripada Khazraj. Ketika mengetahui kedatangan mereka, Rasulullah saw datang menghampiri dan menawarkan Islam.
"Apakah kalian mau memiliki sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian bawa?" tanya Rasulullah saw.
"Ya, apa itu?" jawab mereka.
"Aku adalah Rasulullah saw, Allah Ta'ala mengutusku kepada para hamba-Nya, mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik kepada-Nya dengan sesuatu apapun serta diturunkan kepadaku Al-Qur'an.
Nabi saw lalu menjelaskan tentang Islam dan membacakan Al-Qur'an.
"Wahai kaumku! Demi Allah! ini adalah lebih baik daripada apa yang kalian bawa," kata Iyas bin Mu'adz, salah seorang di antara mereka.
Abu Al-Haysar, Anas bin Rafi', salah seorang yang ikut dalam utusan itu, mengambil segumpal tanah al-Bathha' ( sebuah tempat di Makkah ) dan melemparkannya ke arah wajah Iyas.
"Menjauhlah dari kami! Sungguh kami datang bukan untuk tujuan ini," teriak Abu al-Haysar.
Iyas terdiam, sedangkan Rasulullah saw berdiri. Rombongan utusan Aus pun pulang ke Yatsrib tanpa menuai sukses. Mereka tak berhasil mengadakan persekutuan dengan kaum Quraisy.
Setelah mereka tiba di Yatsrib, tak seberapa lama Iyas meninggal. Selama hidupnya, dia senantiasa bertahlil, bertakbir, bertahmid dan bertasbih hingga meninggal. Iyas tidak diragukan telah masuk Islam. (Ibnu Hisyam dan Musnad Ahmad).
3. Abu Dzar al-Ghifari
Dia adalah penduduk pinggiran Yatsrib. Dia mendengar kabar diutusnya Nabi saw yang disampaikan oleh Suwaid bin Shamit dan Iyas bin Muadz. Abu Dzar lalu mengutus saudaranya untuk menemui Nabi saw.
Sang utusan pulang menemui Abu Dzar, menceritakan pertemuannya dengan Nabi saw.
"Apa yang kau bawa?' tanya Abu Dzar.
Demi Allah, sungguh aku telah melihat orang yang mengajak kepada kebaikan dan melarang kejahatan," jawab saudara Abu Dzar.
Jawaban itu tak memuaskan Abu Dzar. Dia pun mengambil tas dan tongkat, lalu berangkat ke Makkah. Saat ia sedang minum air zam-zam di MAsjid al-Haram, tiba-tiba Ali melewati Abu Dzar.
"Sepertinya Anda orang asing?" kata 'Ali.
"Ya benar,"jawab Abu Dzar.
Abu Dzar lalu mengikuti 'Ali sampai ke rumahnya. Sepanjang perjalanan, 'Ali tak bertanya sedikitpun kepada Abu Dzar. Demikian juga dengan Abu Dzar. Keesokan harinya, Abu Dzar datang ke Masjid al-Haram menemui Ali untuk bertanya tentang Muhammad saw.
"Apakah Anda masih belum tahu di mana rumahnya?" tanya 'Ali.
"Belum," kata Abu Dzar.
"Berangkatlah bersamaku!" ajak 'Ali.
"Apa urusanmu? apa maksud kedatanganmu di negeri ini?" tanya 'Ali di tengah perjalanan.
"Telah sampai berita kepada kami, ada seorang laki-laki di sini mengaku sebagai Nabi Allah. Lalu aku utus seseorang untuk berbicara dengannya. Namun, informasi yang didapat utusanku tidak memuaskan. Karena itu, sekarang aku ingin menemuinya langsung."
"Engkau memang telah mendapat petunjuk," kata 'Ali.
'Ali lalu melanjutkan langkahnya diikuti Abu Dzar, menuju rumah Nabi saw. Tak berapa lama, mereka tiba dan langsung masuk. Abu Dzar lalu bertanya kepada Nabi Muhammad saw yang telah ada dihadapannya.
"Jelaskan kepadaku tentang Islam!"
Nabi saw menjelaskan apa itu Islam. Seketika itu juga Abu Dzar memproklamasikan dirinya masuk Islam.
"Wahai Abu Dzar! rahasiakan urusan ini dan kembalilah ke negerimu! bila engkau telah mendengar kemenangan kamu, datanglah kembali!" Nabi saw memberi petuah pada Abu Dzar.
"Demi Zat yang telah mengutusmu dengan kebenaran! sungguh aku akan secara lantang mengatakan di hadapan mereka," kata Abu Dzar, menolak permintaan Rasulullah saw.
Abu Dzar lalu pergi ke Masjid al-Haram. Di sana, orang-orang Quraisy sedang berkumpul seperti biasa. Tanpa menunggu lama, dia langsung berteriak lantang di hadapan kaum Quraisy. Mereka heran bercampur geram dengan kelakuan Abu Dzar.
"Aku berkata kepada mereka, wahai kaum Quraisy, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan Rasul-Nya.
Lalu orang-orang Quraisy berkata, "Cegah penganut Shabi'ah ini!"
Orang-orang Quraisy bergegas menghampiri Abu Dzar. Ia dipukul hingga nyaris mati. Beruntung ada 'Abbas yang datang melindunginya.
"Celakalah kalian! Apakah kalian akan membunuh seorang pemuda dari suku Ghifar, sementara jalur perdagangan dan lintasan kalian melewati perkampungan Ghifar?" kata 'Abbas.
Mendengar itu, orang-orang Quraisy langsung melepaskan Abu Dzar. Keesokan hari, Abu Dzar mengulangi apa yang dilakukannya kemarin, dan 'Abbas kembali melindunginya. (HR. Bukhari)
4. Thufail bin 'Amru ad Dausi
Ia seorang kepala kabilah Daus yang sangat terhormat dan seorang penyair yang cerdas. Kabilahnya memiliki kekuasaan di sebagian pelosok Yaman. Thufail datang ke Makkah pada tahun ke-11 kenabian. Penduduk Makkah menyambutnya sebelum dia sampai di tempat. Mereka melakukan penyambutan yang luar biasa sebagai bentuk penghormatan.
"Wahai hufail, sesungguhnya engkau telah datang berkunjung ke negeri kami, sedangkan orang yang ada di antara kami (maksudnya RAsulullah saw) telah membangkang pada kami, telah memecah antara seorang lelaki dan saudaranya, dan antara seorang suami dan istrinya. Sesungguhnya kami khawatir (pengaruhnya) terjadi padamu dan kaummu. Maka janganlah engkau ajak bicara dia dan jangan pula mendengarkan apa pun darinya!"
Kaum Quraisy menyarankan Thufail agar ia menjauhi Rasulullah saw hingga akhirnya Thufail terpengaruh. Bahkan, Thufail pernah menutup telinganya dengan kapas saat di Masjid al-Haram agar tidak mendengar perkataan Nabi saw.
Namun, disuatu kesempatan, Thufail menemui Rasulullah saw yang sedang melakukan shalat di Ka'bah. Pada saat itulah Thufail kali pertama mendengar perkataan Nabi Muhammad saw.
"Ucapannya begitu indah. Celaka ibuku. Sesungguhnya aku adalah seorang penyair yang sangat brilian. Tidak ada yang jelas bagiku mana yang baik dan mana yang jelek. Lalu apa yang menghalangiku untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh lelaki ini? Jika yang ia katakan adalah baik, aku menerimanya. Jika yang dia katakan adalah jelek, aku akan meninggalkannya," kata Thufail dalam hati.
Thufail kemudian mengikuti Rasulullah saw yang hendak pulang ke rumahnya. Sesampainya di kediaman nabi Muhammad saw, Thufail masuk menemuinya. Ia menceritakan kedatangannya ke Makkah dan usaha menakut-nakuti yang dilakukan orang-orang Quraisy kepadanya.
"Ceritakan kepadaku apa yang kau bawa!" kata Thufail.
Rasulullah saw memaparkan ISlam kepadanya, kemudian membacakan al-Qur'an.
"Demi Allah, aku tidak pernah mendengar sebuah perkataan yang lebih indah dari padanya. Tidak juga satu perkara yang lebih adil daripadanya," ujar Thufail. Saat itu juga ia masuk Islam.
"Sesungguhnya aku adalah orang yang dihormati di tengah kaumku. Aku akan pulang pada mereka dan aku akan seru mereka ke dalam Islam. Maka berdoalah agar ditampakkan kepadaku satu tanda kebenaran!" kata Thufail kepada Nabi saw.
Permintaan itu diikuti Rasulullah saw yang langsung memanjatkan doa. Tanda yang diminta Thufail mulai terlihat saat ia tiba di tempat kaumnya. Wajahnya bersinar laksana lentera yang bercahaya terang.
Thufail segera berdoa setelah melihat perubahan di wajahnya.
"Ya Allah! Jadikan cahay ini di selain wajahku! sebab aku khawatir mereka mengatakan ini adalah serupa dengannya!"
Dalam sekejap, cahaya itu pindah ke cambuknya. Lalu dia mengajak ayah dan isterinya untuk masuk Islam. Mereka menuruti ajakan Thufail, tetapi tidak dengan kaumnya. Thufail tetap berada di tengah mereka hingga akhirnya melakukan hijrah setelah Perang Khandaq bersama sekitar 80 keluarga dari kaumnya. Thufail meninggal sebagai syahid pada Perang Yamamah. (Ibnu Hisyam)
5. Dhimad al-Azdi
Dhimad berasal dari Azad Syanu'ah, Yaman. Ia biasa melakukan pengobatan dengan cara mengembuskan angin. Suatu hari, Dhimad datang ke Makkah dan mendengar perkataan yang dilontarkan orang-orang bodoh di sana.
"Sesungguhnya Muhammad adalah seorang yang gila."
Dhimad bereaksi mendengar itu.
"Jika aku mendatangi orang ini, semoga Allah dapat menyembuhkannya melalaui tangan saya!" Dhimad berhasil menemui Nabi saw.
"Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku biasa mengobati dengan angin, apakah engkau membutuhkannya?" Ujar Dhimad yang menduga bahwa NAbi saw benar-benar gila seperti perkataan penduduk Makkah.
"Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji dan meminta pertolongan kepada-Nya. Siapa yang diberi hidayah oleh-Nya, maka tidak ada seorang pun yang akan mampu menyesatkannya," ujar Rasulullah saw.
Beliau kembali melanjutkan ucapannya, "Siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada seorangpun yang mampu memberikan hidayah kepadanya. Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku juga bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Amma ba'du," kata Rasulullah saw lagi.
"Ulangi lagi kata-kata yang kau ucapkan tadi!" pinta Dhimad.
Nabi saw lalu mengulanginya sebanyak tiga kali. Dhimad menyimak dengan baik setiap kalimat yang terucap dari mulut Rasulullah saw.
"Sesungguhnya aku telah mendengar ucapan para tukang sihir, para dukun dan para penyair. Namun, aku tidak pernah mendengarkan seperti apa yang kau katakan. Kami telah menguasai kamus sedalam lautan," ujar Dhimad setelah mendengar perkataan Nabi saw untuk ketiga kalinya.
"Ulurkan tanganmu, aku akan membai'atmu atas nama Islam!" ujar Rasulullah saw.
Dhimad segera melakukan permintaan RAsulullah saw. Ia mengulurkan tangannya sehingga jaraknya dekat dengan tubuh Rasulullah saw. Dengan sigap, RAsulullah saw langsung memegang erat tangan Dhimad, penuh persaudaraan. Tidak lama kemudian, Rasulullah saw mulai membai'at Dhimad. Akhirnya, resmi sudah Dhimad memeluk Islam. (HR. Muslim)
"Aku adalah Rasulullah saw, Allah Ta'ala mengutusku kepada para hamba-Nya, mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik kepada-Nya dengan sesuatu apapun serta diturunkan kepadaku Al-Qur'an.
Nabi saw lalu menjelaskan tentang Islam dan membacakan Al-Qur'an.
"Wahai kaumku! Demi Allah! ini adalah lebih baik daripada apa yang kalian bawa," kata Iyas bin Mu'adz, salah seorang di antara mereka.
Abu Al-Haysar, Anas bin Rafi', salah seorang yang ikut dalam utusan itu, mengambil segumpal tanah al-Bathha' ( sebuah tempat di Makkah ) dan melemparkannya ke arah wajah Iyas.
"Menjauhlah dari kami! Sungguh kami datang bukan untuk tujuan ini," teriak Abu al-Haysar.
Iyas terdiam, sedangkan Rasulullah saw berdiri. Rombongan utusan Aus pun pulang ke Yatsrib tanpa menuai sukses. Mereka tak berhasil mengadakan persekutuan dengan kaum Quraisy.
Setelah mereka tiba di Yatsrib, tak seberapa lama Iyas meninggal. Selama hidupnya, dia senantiasa bertahlil, bertakbir, bertahmid dan bertasbih hingga meninggal. Iyas tidak diragukan telah masuk Islam. (Ibnu Hisyam dan Musnad Ahmad).
3. Abu Dzar al-Ghifari
Dia adalah penduduk pinggiran Yatsrib. Dia mendengar kabar diutusnya Nabi saw yang disampaikan oleh Suwaid bin Shamit dan Iyas bin Muadz. Abu Dzar lalu mengutus saudaranya untuk menemui Nabi saw.
Sang utusan pulang menemui Abu Dzar, menceritakan pertemuannya dengan Nabi saw.
"Apa yang kau bawa?' tanya Abu Dzar.
Demi Allah, sungguh aku telah melihat orang yang mengajak kepada kebaikan dan melarang kejahatan," jawab saudara Abu Dzar.
Jawaban itu tak memuaskan Abu Dzar. Dia pun mengambil tas dan tongkat, lalu berangkat ke Makkah. Saat ia sedang minum air zam-zam di MAsjid al-Haram, tiba-tiba Ali melewati Abu Dzar.
"Sepertinya Anda orang asing?" kata 'Ali.
"Ya benar,"jawab Abu Dzar.
Abu Dzar lalu mengikuti 'Ali sampai ke rumahnya. Sepanjang perjalanan, 'Ali tak bertanya sedikitpun kepada Abu Dzar. Demikian juga dengan Abu Dzar. Keesokan harinya, Abu Dzar datang ke Masjid al-Haram menemui Ali untuk bertanya tentang Muhammad saw.
"Apakah Anda masih belum tahu di mana rumahnya?" tanya 'Ali.
"Belum," kata Abu Dzar.
"Berangkatlah bersamaku!" ajak 'Ali.
"Apa urusanmu? apa maksud kedatanganmu di negeri ini?" tanya 'Ali di tengah perjalanan.
"Telah sampai berita kepada kami, ada seorang laki-laki di sini mengaku sebagai Nabi Allah. Lalu aku utus seseorang untuk berbicara dengannya. Namun, informasi yang didapat utusanku tidak memuaskan. Karena itu, sekarang aku ingin menemuinya langsung."
"Engkau memang telah mendapat petunjuk," kata 'Ali.
'Ali lalu melanjutkan langkahnya diikuti Abu Dzar, menuju rumah Nabi saw. Tak berapa lama, mereka tiba dan langsung masuk. Abu Dzar lalu bertanya kepada Nabi Muhammad saw yang telah ada dihadapannya.
"Jelaskan kepadaku tentang Islam!"
Nabi saw menjelaskan apa itu Islam. Seketika itu juga Abu Dzar memproklamasikan dirinya masuk Islam.
"Wahai Abu Dzar! rahasiakan urusan ini dan kembalilah ke negerimu! bila engkau telah mendengar kemenangan kamu, datanglah kembali!" Nabi saw memberi petuah pada Abu Dzar.
"Demi Zat yang telah mengutusmu dengan kebenaran! sungguh aku akan secara lantang mengatakan di hadapan mereka," kata Abu Dzar, menolak permintaan Rasulullah saw.
Abu Dzar lalu pergi ke Masjid al-Haram. Di sana, orang-orang Quraisy sedang berkumpul seperti biasa. Tanpa menunggu lama, dia langsung berteriak lantang di hadapan kaum Quraisy. Mereka heran bercampur geram dengan kelakuan Abu Dzar.
"Aku berkata kepada mereka, wahai kaum Quraisy, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan Rasul-Nya.
Lalu orang-orang Quraisy berkata, "Cegah penganut Shabi'ah ini!"
Orang-orang Quraisy bergegas menghampiri Abu Dzar. Ia dipukul hingga nyaris mati. Beruntung ada 'Abbas yang datang melindunginya.
"Celakalah kalian! Apakah kalian akan membunuh seorang pemuda dari suku Ghifar, sementara jalur perdagangan dan lintasan kalian melewati perkampungan Ghifar?" kata 'Abbas.
Mendengar itu, orang-orang Quraisy langsung melepaskan Abu Dzar. Keesokan hari, Abu Dzar mengulangi apa yang dilakukannya kemarin, dan 'Abbas kembali melindunginya. (HR. Bukhari)
4. Thufail bin 'Amru ad Dausi
Ia seorang kepala kabilah Daus yang sangat terhormat dan seorang penyair yang cerdas. Kabilahnya memiliki kekuasaan di sebagian pelosok Yaman. Thufail datang ke Makkah pada tahun ke-11 kenabian. Penduduk Makkah menyambutnya sebelum dia sampai di tempat. Mereka melakukan penyambutan yang luar biasa sebagai bentuk penghormatan.
"Wahai hufail, sesungguhnya engkau telah datang berkunjung ke negeri kami, sedangkan orang yang ada di antara kami (maksudnya RAsulullah saw) telah membangkang pada kami, telah memecah antara seorang lelaki dan saudaranya, dan antara seorang suami dan istrinya. Sesungguhnya kami khawatir (pengaruhnya) terjadi padamu dan kaummu. Maka janganlah engkau ajak bicara dia dan jangan pula mendengarkan apa pun darinya!"
Kaum Quraisy menyarankan Thufail agar ia menjauhi Rasulullah saw hingga akhirnya Thufail terpengaruh. Bahkan, Thufail pernah menutup telinganya dengan kapas saat di Masjid al-Haram agar tidak mendengar perkataan Nabi saw.
Namun, disuatu kesempatan, Thufail menemui Rasulullah saw yang sedang melakukan shalat di Ka'bah. Pada saat itulah Thufail kali pertama mendengar perkataan Nabi Muhammad saw.
"Ucapannya begitu indah. Celaka ibuku. Sesungguhnya aku adalah seorang penyair yang sangat brilian. Tidak ada yang jelas bagiku mana yang baik dan mana yang jelek. Lalu apa yang menghalangiku untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh lelaki ini? Jika yang ia katakan adalah baik, aku menerimanya. Jika yang dia katakan adalah jelek, aku akan meninggalkannya," kata Thufail dalam hati.
Thufail kemudian mengikuti Rasulullah saw yang hendak pulang ke rumahnya. Sesampainya di kediaman nabi Muhammad saw, Thufail masuk menemuinya. Ia menceritakan kedatangannya ke Makkah dan usaha menakut-nakuti yang dilakukan orang-orang Quraisy kepadanya.
"Ceritakan kepadaku apa yang kau bawa!" kata Thufail.
Rasulullah saw memaparkan ISlam kepadanya, kemudian membacakan al-Qur'an.
"Demi Allah, aku tidak pernah mendengar sebuah perkataan yang lebih indah dari padanya. Tidak juga satu perkara yang lebih adil daripadanya," ujar Thufail. Saat itu juga ia masuk Islam.
"Sesungguhnya aku adalah orang yang dihormati di tengah kaumku. Aku akan pulang pada mereka dan aku akan seru mereka ke dalam Islam. Maka berdoalah agar ditampakkan kepadaku satu tanda kebenaran!" kata Thufail kepada Nabi saw.
Permintaan itu diikuti Rasulullah saw yang langsung memanjatkan doa. Tanda yang diminta Thufail mulai terlihat saat ia tiba di tempat kaumnya. Wajahnya bersinar laksana lentera yang bercahaya terang.
Thufail segera berdoa setelah melihat perubahan di wajahnya.
"Ya Allah! Jadikan cahay ini di selain wajahku! sebab aku khawatir mereka mengatakan ini adalah serupa dengannya!"
Dalam sekejap, cahaya itu pindah ke cambuknya. Lalu dia mengajak ayah dan isterinya untuk masuk Islam. Mereka menuruti ajakan Thufail, tetapi tidak dengan kaumnya. Thufail tetap berada di tengah mereka hingga akhirnya melakukan hijrah setelah Perang Khandaq bersama sekitar 80 keluarga dari kaumnya. Thufail meninggal sebagai syahid pada Perang Yamamah. (Ibnu Hisyam)
MUKJIZAT RASULULLAH
KERINGAT
Dalam kondisi tertentu, Rasulullah saw berkeringat, bahkan cukup banyak bercucuran. Akan tetapi, keringat beliau tidaklah bau seperti keringat kebanyakan orang, bahkan keringat beliau wangi. Keringat Rasulullah saw pernah dikumpulkan beberapa orang, antara lain oleh Ummu Sulaim ra, ibu dari Anas bin Malik ra. Ketika hal ini diketahui Nabi saw dan beliau menanyakan motivasinya, Ummu Sulaim menjawab bahwa keringat itu akan digunakan sebagai campuran minyak wangi. Melihat hal ini menunjukkan bahwa hal ini boleh dilakukan. Jika tidak boleh, dipastikan Rasulullah saw akan melarangnya. (Lihat al-Khasa'is)
ANAS BIN MALIK BERCERITA:
Ummu Sulaim ra menghamparkan selembar tikar kulit sehingga Rasulullah saw dapat tidur siang di atasnya. Beliau berkeringat banyak sekali, lalu Ummu Sulaim mengumpulkan keringat itu untuk mencampurnya dengan minyak wangi, lalu memasukkannya ke dalam botol-botol kecil. Nabi saw bertanya pada Ummu Sulaim, "Apa ini?" Ia menjawab, "Keringatmu yang kucampur dengan minyak wangiku." (HR Muslim)
5. Dhimad al-Azdi
Dhimad berasal dari Azad Syanu'ah, Yaman. Ia biasa melakukan pengobatan dengan cara mengembuskan angin. Suatu hari, Dhimad datang ke Makkah dan mendengar perkataan yang dilontarkan orang-orang bodoh di sana.
"Sesungguhnya Muhammad adalah seorang yang gila."
Dhimad bereaksi mendengar itu.
"Jika aku mendatangi orang ini, semoga Allah dapat menyembuhkannya melalaui tangan saya!" Dhimad berhasil menemui Nabi saw.
"Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku biasa mengobati dengan angin, apakah engkau membutuhkannya?" Ujar Dhimad yang menduga bahwa NAbi saw benar-benar gila seperti perkataan penduduk Makkah.
"Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji dan meminta pertolongan kepada-Nya. Siapa yang diberi hidayah oleh-Nya, maka tidak ada seorang pun yang akan mampu menyesatkannya," ujar Rasulullah saw.
Beliau kembali melanjutkan ucapannya, "Siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada seorangpun yang mampu memberikan hidayah kepadanya. Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku juga bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Amma ba'du," kata Rasulullah saw lagi.
"Ulangi lagi kata-kata yang kau ucapkan tadi!" pinta Dhimad.
Nabi saw lalu mengulanginya sebanyak tiga kali. Dhimad menyimak dengan baik setiap kalimat yang terucap dari mulut Rasulullah saw.
"Sesungguhnya aku telah mendengar ucapan para tukang sihir, para dukun dan para penyair. Namun, aku tidak pernah mendengarkan seperti apa yang kau katakan. Kami telah menguasai kamus sedalam lautan," ujar Dhimad setelah mendengar perkataan Nabi saw untuk ketiga kalinya.
"Ulurkan tanganmu, aku akan membai'atmu atas nama Islam!" ujar Rasulullah saw.
Dhimad segera melakukan permintaan RAsulullah saw. Ia mengulurkan tangannya sehingga jaraknya dekat dengan tubuh Rasulullah saw. Dengan sigap, RAsulullah saw langsung memegang erat tangan Dhimad, penuh persaudaraan. Tidak lama kemudian, Rasulullah saw mulai membai'at Dhimad. Akhirnya, resmi sudah Dhimad memeluk Islam. (HR. Muslim)
HIKMAH Orang-Orang Beriman di Luar Makkah
Abu Dzar adalah seorang laki-laki pemberani yang tidak mudah dipengaruhi oleh isu-isu yang merebak. Dia menghimpun seluruh informasi, lalu ia mengirim saudaranya untuk mengonfirmasi berita-berita mengenai RAsulullah, agar terhindar dari pengaruh negatif.
Abu Dzar tidak puas dengan berita yang dibawa saudaranya. Dia ingin mendengar dan melihat dengan mata kepala sendiri sosok Muhammad. Karenanya, dia sanggup menanggung berbagai rintangan, kepedihan dan perpisahan dengan keluarganya demi mencari kebenaran. Berbekal ala kadarnya, dia berangkat ke Makkah.
Abu Dzar adalah lelaki bertekad kuat demi kebenaran. Dia memiliki nalar yang tajam dan tertarik pada Islam. Menurut Nabi Muhammad saw, dia adalah aset yang berharga, sehingga beliau sangat memerhatikan keselamatannya. Beliau memerintahkan Abu Dzar agar kembali kepada keluarganya dan menyimpan kebenaran yang diyakininya, hingga Allah memenangkan kaum Muslim. Abu Dzar berani dan tegas dalam membela kebenaran dan dilakukannya secara terang-terangan. Tanpa gentar, dia menantang orang-orang Quraisy, dia memahami bahwa perintah Nabi saw kepada dirinya agar diam bukan merupakan keharusan, melainkan karena kasihan kepadanya.